Selasa, 07 April 2009

Qanun Prop. NAD No. 14 tahun 2003

TENTANG

KHALWAT (MESUM)

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Menimbang : a. bahwa Keistimewaan dan Otonomi Khusus yang diberikan untuk Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didasarkan pada Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain di bidang pelaksanaan syari`at Islam dalam kehidupan masyarakat guna terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang tertib, aman, tenteram, sejahtera, dan adil untuk mencapai ridha Allah;
b. bahwa khalwat/mesum termasuk salah satu perbuatan munkar yang dilarang dalam Syari`at Islam dan bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh karena perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan zina;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b perlu membentuk Qanun tentang Larangan Khalwat/Mesum.

Menimbang : 1. Al-Qur'an;
2. Al-Hadits;
3. Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;
4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893).
8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4134);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3953);
12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Peyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70);
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
14. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari`at Islam (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30).
15. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari`at Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);
16. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari`at Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syi`ar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5).

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG KHALWAT (MESUM)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Gubernur beserta perangkat lainnya Pemerintah Daerah Istimewa Aceh sebagai badan eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta perangkat lainnya sebagai badan eksekutif Kabupaten/Kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
4. Gubernur adalah gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
6. Camat adalah kepala pemerintahan di kecamatan.
7. Imeum Mukim/Kepala Mukim adalah pimpinan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa gampong.
8. Keuchik adalah kepala pemerintahan terendah dalam suatu kesatuan masyarakat hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
9. Masyarakat adalah himpunan orang-orang yang berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
10. Mahkamah adalah Mahkamah Syar`iyah Kabupaten/Kota dan Mahkamah Syari`iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
11. Wilayatul Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi, dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar ma`ruf nahi munkar.
12. Polisi adalah Polisi Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang khusus menangani pelaksanaan penegakan syari`at Islam.
13. Penyidik adalah Penyidik Umum dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
14. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Gubernur yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran syari`at Islam.
15. Jaksa adalah Jaksa Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas khusus di bidang syari`at Islam.
16. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan penuntutan di bidang syari`at dan melaksanakan penetapan dan putusan hakim Mahkamah.
17. Pejabat yang berwenang adalah Kepala Polisi Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan/atau pejabat lain di lingkungannya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
18. Jarimah adalah perbuatan terlarang yang diancam dengan qishas-diyat, hudud, dan ta`zir.
19. `Uqubat adalah ancaman hukuman terhadap pelanggaran jarimah.
20. Khalwat/mesum adalah perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan.

BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

Pasal 2

Ruang lingkup larangan khalwat/mesum adalah segala kegiatan, perbuatan dan keadaan yang mengarah kepada perbuatan zina.

Pasal 3

Tujuan larangan khalwat/mesum adalah:
a. menegakkan syari`at Islam dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
b. melindungi masyarakat dari berbagai bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang merusak kehormatan;
c. mencegah anggota masyarakat sedini mungkin dari melakukan perbuatan yang mengarah kepada zina;
d. meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas terjadinya perbuatan khalwat/mesum;
e. menutup peluang terjadinya kerusakan moral.

BAB III
LARANGAN DAN PENCEGAHAN

Pasal 4

khalwat/mesum hukumnya haram

Pasal 5

setiap orang dilarang melakukan khalwat/mesum

Pasal 6

Setiap orang atau kelompok masyarakat, atau aparatur pemerintahan dan badan usaha dilarang memberikan fasilitas kemudahan dan/atau melindungi orang melakukan khalwat/mesum.

Pasal 7

Setiap orang baik sendiri maupun kelompok berkewajiban mencegah terjadinya perbuatan khalwat/mesum

BAB IV
PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 8

(1) Masyarakat berperanserta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan khalwat/mesum.
(2) Masyarakat wajib melapor kepada pejabat yang berwenang baik secara lisan maupun tulisan apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan khalwat/mesum.

Pasal 9

Dalam hal pelaku tertangkap tangan oleh warga masyarakat, maka pelaku beserta barang bukti segera diserahkan kepada pejabat yang berwenang.

Pasal 10

Pejabat yang berwenang wajib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan/atau orang yang menyerahkan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

Pasal 11

Warga masyarakat dapat menuntut pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 apabila lalai memberikan perlindungan dan jaminan keamanan bagi pelapor dan/atau orang yang menyerahkan pelaku.

Pasal 12

Tata cara penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diajukan ke Mahkamah.

BAB V
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Pasal 13

(1) Gubenur, Bupati/Walikota, Camat, Imum Mukim dan Keuchik berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6.
(2) Untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan Qanun ini, Gubernur, Bupati/Walikota membentuk Wilayatul Hisbah.
(3) Susunan dan kedudukan Wilayatul Hisbah diatur lebih lanjut dengan surat Keputusan Gubernur dan/atau Bupati/Walikota setelah mendengar pendapat Majelis Permusyawaratan Ulama.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, pejabat Wilayatul Hisbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 bila menemukan pelaku pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6, menyampaikan laporan secara tertulis kepada penyidik.
(2) Dalam melaksanakan tungsi pembinaannya, pejabat Wilayatul Hisbah yang menemukan pelaku jarimah khalwat/mesum dapat memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkannya kepada penyidik.
(3) Pejabat Wilayatul Hisbah wajib menyampaikan laporan kepada penyidik tentang telah dilakukan peringatan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 15

Wilayatul Hisbah dapat mengajukan gugatan praperadilan kepada Mahkamah apabila laporannya sebagaimana dumaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tidak ditindaklanjuti oleh penyidik tanpa suatu alasan yang sah setelah jangka waktu 2 (dua) bulan sejak laporan diterima penyidik.

BAB VI
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

Pasal 16

Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran larangan khalwat/mesum dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang tidak diatur dalam Qanun ini.

Pasal 17

Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi Nanggroe Aceh Darussalam
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan bidang syari`at Islam.

Pasal 18

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya jarimah;
melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian;
meyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
melakukan penangkapan, penahanan, penggeladah, dan penyitaan;
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan Wilayatul Hisbah;
mengadakan tindakan lain menurut aturan hukum yang berlaku.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berada di bawah koordinasi penyidik umum.
(3) Dalam melakukan tugasya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

Pasal 19

Setiap penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan telah terjadinya pelanggaran terhadap larangan khalwat/mesum wajib segera melakukan penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 20

Penuntut Umum menuntut perkara jarimah khalwat/mesum yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 21

Penuntut Umum mempunyai wewenang:
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. memberi prepanjangan penahanan, melakukan penahanan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke mahkamah;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagaimana penuntut umum menurut hukum yang berlaku;
i. melaksanakan putusan dan penetapan hakim.

BAB VII
KETENTUAN `UQUBAT

Pasal 22

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, diancam dengan `uqubat ta`zir berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diancam dengan `uqubat ta`zir berupa kurungan paling lama 6 (enam) bulan, paling singkat 2 (dua) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juga rupiah).
(3) Pelanggaran terhadap larangan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 adalah jarimah ta`zir.

Pasal 23

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) merupakan penerimaan Daerah dan disetor pangsung ke kas Baitul Mal.

Pasal 24

Pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, `uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari `uqubat maksimal.

Pasal 25

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6:
apabila dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka `uqubatnya dijatuhkan kepada penanggungjawab.
Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi `uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) dapat juga dikenakan `uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan.

BAB VIII
PELAKSANAAN `UQUBAT

Pasal 26

(1) `Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditunjuk oleh Jaksa Penuntut Umum.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jaksa Penuntut Umum harus berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Qanun ini dan/atau ketentuan yang akan diatur dalam Qanun tentang hukum formil.

Pasal 27

(1) Pelaksanaan `uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Penundaan pelaksanaan `uqubat hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri apabila terdapat hal-hal yang membahayakan terhukum setelah mendapat keterangan dokter yang berwenang.

Pasal 28

(1) `Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk.
(2) Pencambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter antara 0,75 cm dan 1,00 cm, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda/tidak dibelah.
(3) Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leher, dada, dan kemaluan.
(4) Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.
(5) Terhukum laki-laki dicambuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkan terhukum perempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain diatasnya.
(6) Pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enam puluh) hari yang bersangkutan melahirkan.

Pasal 29

Apabila selama pencambukan timbul hal-hal yang membahayakan terhukum berdasarkan pendapat dokter yang ditunjuk, maka sisa cambukan ditunda sampai dengan waktu yang memungkinkan.

Pasal 30

Pelaksanaan `uqubat kurungan sebagaiman dimaksud alam Pasal 22 ayat (2) dilakkukan sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Sebelum adanya hukum acara yang diatur dalam Qanun tersendiri, maka hukum acara yang diatur dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan peraturan perundang-undangan lainnya tetap berlaku sepanjang tidak diatur di dalam qanun ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Hal-hal yang menyangkut dengan teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 33

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.



Disahkan di Banda Aceh
Pada tanggal, 15 Juli 2003 M
15 Jumadil Awal 1424 H

GUBERNUR
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Dto

ABDULLAH PUTEH
Diundangkan di Banda Aceh
Pada tanggal, 16 Juli 2003 M
16 Jumadil Awal 1424 H

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Dto

THANTAWI ISHAK



LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2003 NOMOR 27 SERI D NOMOR 14






























PENJELASAN
ATAS
QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003

TENTANG

KHALWAT/MESUM

I. PENJELASAN UMUM
Sepanjang sejarah, masyarakat Aceh telah menajdikan agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Melalui penghayatan dan pengalaman ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang (sejak abad ke VII M) telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami. Budaya dan adat Aceh yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebutkan “Adat bak Poteu Meureuhom, Hukum bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana”. Ungkapan tersebtu merupakan pencerminan bahwa Syari1at Islam telah menyatu dan menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Aceh melalui peranan Ulama sebagai pewaris para Nabi.
Fakta sejarah tersebut menjadi kabur sejak kolonial Belanda dan Jepang menguasai Aceh bahkan hingga Indonesia mencapai kemerdekaannya. Dengan munculnya era reformasi di tahun 1998, semangat dan peluang yang terpendam untuk memberlakukan syari`at Islam di beberapa daerah di Indonesia muncul kembali, terutama di Aceh yang telah lama sekali dikenal seabgai Serambi Mekah. Semangat dan peluang tersebut kemudian terakomodir dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Peluang tersebut semakin dipertegas dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Disamping itu pada tingkat daerah pelaksanaan syari`at Islam telah dirumuskan secara yuridis melalu Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari`at Islam.
Secara umum syari`at Islam di bidang hukum memuat norma hukum yagn mengatur kehidupan bermasyarakat/bernegara dan norma hukum yang mengatur moral atau kepentingan individu yang harus ditaati oleh setiap orang. Ketaatan terhdap norma hukum yang mengatur moral sangat tergantung pada kualitas iman dan taqwa atau hati nurani seseorang, juga disertai adanya sanksi duniawi dan ukhrawi terhadap orang yang melanggarnya.
Dalam sistem hukum Islam terdapat dua jenis sanksi; yaitu sanksi yang bersifat definitif dari Allah dan Rasul-Nya dan sanksi yang ditetapkan manusia melalui kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kedua janis sanksi tersebut mendorong masyarakat untuk patuh pada ketentuan hukum.
Dalam banyak hal penegakan hukum menuntut peranan negara. Hukum tidak berjalan bila tidak ditegaskan oleh negara. Di sisi lain suatu negara akan tidak tertib bila hukum tidak ditegakkan.
Khalwat/mesum adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis atau lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan muhrim pada tempat tertentu yang sepi yang memungkinkakn terjadinya perbuatan maksiat di bidang seksual atau yang berpeluang pada terjadinya perbuatan perzinaan.
Islam dengan tegas melarang melakukan zina. Sementara khalwat/mesum merupakan washilah atau peluang untuk terjadinya zina, maka khalwat/mesum juga termasuk salah satu jarimah (perguatan pidana) dan diancam dengan `uqubat ta`zir, sesuai qaidah syar`iy yang berbunyi:
الأمر بالشئ أمر بوسائله
(Perintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, mencakup prosesnya)
Dalam perkembangannya khalwat/mesum tidak hanya terjadi di tempat-tempat tertentu yang sepi dari penglihatan orang lain, tetapi juga dapat terjadi di tenga keramaian atau di jalanan atau di tempat-tempat lain, seumpamanya dalam mobil atau kenderaan lainnya, dimana laki-laki dan perempuan berasyik maksyuk tanpa ikatan nikah atau hubungan mahram. Perilaku tersebut juga dapat menjurus pada terjadinya perbuatan zina.
Qanun tentang larangan khalwat/mesum ini dimaksudkan sebagai upaya preemptif, preventif dan pada tingkat optimum remedium sebagai usaha represif melalui penjatuhan `uqubat dalam bentuk `uqubat ta`zir yang dapat berupa `uqubat cambuk dan `uqubat denda (gharamah).
Untuk efektivitas pelaksanaan qanun ini disamping adanya lembaga penyidikan dan penuntutan, juga dilakukan pengawasan yang meliputi upaya pembinaan si pelaku jariman khalwat/mesum oleh Muhtasib dari lembaga Wilayatul Hisbah. Disamping itu juga masyarakat diberikan peranan untuk mencegah terjadinya jarimah khalwat/mesum dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim untuk melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar. Peran serta masyarakat tersebut tidak dalam bentuk main hakim sendiri.
Bentuk ancaman `uqubat cambuk bagi si pelaku jarimah khalwat/mesum, dimaksudkan sebagai upaya memberi kesadaran bagi si pelaku dan sekaligus menjadi peringatan bagi anggota masyarakat lainnya untuk tidak melakukan jarimah. Disamping itu `uqubat cambuk akan lebih efektif dengan memberi rasa malu dan tidak menimbulkan resiko bagi keluarga. Jenis `uqubat cambuk juga berdampak pada biaya yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih murah dibandingkan dengan jenis `uqubat lainnya seperti yang dikenal dalam KUHP sekarang ini.
Oleh karena materi yang diatur dalam Qanun ini termasuk kompetensi Mahkamah Syar`iyah dan sementara ini Qanun yang sesuai dengan kebutuhan syari`at Islam belum terbentuk, maka untuk menghindari kevakuman hukum, Qanun ini juga mengatur tentang penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan `uqubat.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan perbuatan yang merusak kehormatan adalah setiap perbuatan yang dapat mengakibatkan aib bagi si pelaku dan keluarganya.
Huruf c, d, dan e
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Perlindungan dan jaminan keamanan dimaksud meliputi kerahasiaan nama pelapor, keselamatan si pelapor, orang yang menyerahkan pelaku dan/atau barang bukti beserta keluarga mereka dari ancaman atau tindakan kekerasan si pelaku atau keluarganya atau pihak lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan menuntut adalah mengajukan praperadilan dan/atau gugatan ganti rugi sebagai akibat kelalaian pejabat yang berwenang.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peringatan adalah teguran kepada tersangka untuk tidak meneruskan atau mengulangi perbuatan jariman dengan memberitahukan ancaman `uqubat yang dapat dikenakan karen melanggar larangan tersebut.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasla 18
Ayat (1)
Huruf a sd. c
Cukup jelas
Huruf d
Penahanan hanya dibenarkan untuk keperluan penyidikan, penuntutan dan persidangan dan tidak mempengaruhi kadar penjatuhan `uqubat.
Huruf e sd. i
Cukup jelas
Huruf j
Yang dimaksud dengan hukum yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan dan syari`at Islam, misalnya terhadap tersangka perempuan harus dilakukan penyidikan oleh penyidik perempuandan sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1) dan (2)
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang Islam yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Selama Baitul Mal belum terbentuk, penerimaan disetor ke kas daerah.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 30

1 komentar:

Kumpulan Foto ......